Selasa, 05 Oktober 2010

Para Pengkhianat Cinta

Deru motor Johan memecah kesunyian pagi yang begitu dingin. Jl.Jendral Soedirman pagi ini begitu sepi,cuma beberapa motor yang lewat serta beberapa orang yang sedang lari pagi. Toko-toko di sepanjang jalan masih tertutup rapat dan belum menunjukkan tanda-tanda akan buka. Mungkin hari ini masih terlalu pagi, Johan nggak sempat ngeliat jam dinding ketika pergi tadi. Hatinya dongkol pagi ini,bukan hari ini saja tapi hampir setiap hari. Orang tua Johan bertengkar lagi,yang membuat hati Johan nggak kuat berada di rumah adalah ketika ngeliat Papa menampar Mama tadi sebelum ia pergi.
Sebenarnya bukan salah Papa juga jika Papa sampai tega menampar Mama,mungkin Johan juga akan ngelakuin hal yang sama bila seseorang yang dia sayangi sampai tega mengkhianatinya. Mama telah berselingkuh dengan teman sekantor Papa,Johan nggak tahu apa alasan Mama sampai berbuat selingkuh dan orang ke-3 itu adalah teman baik Papa di kantor.  Mungkin saja Papa terlalu sibuk dengan urusan kantornya sampai kurang memberikan perhatian kepada Mama. Tapi itu bukan alasan yang tepat,bukankah Papa sibuk bekerja demi mencari uang buat keluarga,terutama buat Mama. Banyak uang yang harus Mama buang sia-sia cuma buat belanja dibutik-butik yang serba mahal demi menjaga gengsi di depan teman-teman arisan Mama.

Johan semakin mempercepat laju motornya,bayangan-bayangan pertengkaran orang tuanya semakin membuat hatinya sesak. Pengen banget dia pergi sejauh mungkin dan nggak kembali lagi ke rumah. Biar nggak ngeliat kejadian-kejadian menyedihkan itu lagi,apalagi berada dalam keluarga berantakan yang nggak mungkin bisa kembali seperti dulu lagi karena Mama sedang mengandung anak dari hasil perselingkuhannya. Tapi Johan nggak mungkin ninggalin Lesya,pacarnya yang amat ia cintai itu pasti bakalan sedih banget. Johan nggak mau menyakitinya,nggak pengen seperti Mama yang tega-teganya menyakiti Papa. Setitik air mata menetes di pipi Johan,kenapa aku begitu rapuh,batin Johan. Dia menyeka air matanya. Satu ide terbersit dipikiran Johan,dia akan pergi ke rumah Om Beny saja. Mungkin buat satu dua bulan ini saja,itu udah cukup buat menenangkan diri. Dan dia akan ke rumah Lesya buat minta ijin meski hari masih terlalu pagi.
Hangatnya mentari pagi udah mulai terasa di kulit Johan yang semula kedinginan. Laju motor Johan tetap kencang  meski di depannya ada tikungan yang cukup tajam. Johan kaget banget  karena satu meter di depannya sebuah truk sedang parker. Nggak ada waktu lagi buat mengerem motornya. Diapun juga nggak bisa menghindari truk itu karena dia nggak mengurangi kecepatan motornya saat membelok tadi,jaraknya terlalu dekat mungkin semeter.
“Brakkk…..”
***
Johan merasakan suasana di sekitarnya menjadi gelap. Suara orang-orang di sekitarnya cuma samar-samar saja,nggak jelas apa yang mereka bicarakan. Saat membuka mata orang-orang udah mengerumuni dirinya. Sesaat Johan ingat beberapa waktu yang lalu dia menabrak truk. Dia ngeliat motornya ringsek dan asap putih mengepul. Pasti motornya terbakar mesinnya,Johan jadi sedikit menyesali kenapa dia harus ngebut padahal dia harus ke rumah Lesya. Johan meninggalkan kerumunan orang-orang di sekitarnya. Dalam pikirannya ia cuma pengen cepat-cepat ke rumah Lesya dan pamit buat menenangkan diri ke rumah Om Beny di Jogja. Johan yakin Lesya akan mengerti dan mengijinkannya pergi.
Johan ngeliat jam di tugu perempatan jalan. Sekarang udah jam 9 pagi,seingatnya barusan masih jam 6 mungkin tadi ia kelamaan pingsan. Johan menyusuri trotoar yang mulai rame oleh pedagang kaki lima. Toko-toko udah banyak yang buka,orang-orang mulai sibuk dengan aktifitasnya. Tampaknya Johan lewatpun udah bukan menjadi perhatian lagi,bukan seseorang yang penting dilihat.
Johan jadi merasa sepi padahal tempat ini ramai dan bising dengan suara motor yang lewat. “Ya Tuhan rasanya aku pengen mati aja” gumam Johan lesu.
Sebuah gang kecil udah mulai tampak dari kejauhan. Johan tersenyum lega,akhirnya nyampe juga,batinnya. Pastinya yang paling Johan harapkan adalah sebuah sambutan ceria seperti biasa jika Johan dateng ke rumah Lesay,Lesya adalah gadis yang selalu ceria bila bersamanya. Johan jadi semakin kangen dan nggak sabar pengen ketemu pacarnya itu.
Johan memasuki gang yang lebarnya satu meter, setelah berjalan kira-kira 100 meter pandangannya tertuju pada sebuah rumah mungil bercat biru. Rumah Lesya yang kecil tapi bagus,keluarganya pun harmonis nggak seperti keluarga Johan yang bagai neraka.
Johan terpaku menyaksikan pemandangan di depannya. Dia mengucek-ucek matanya seakan nggak percaya dengan penglihatannya,berusaha menyadarkan dirinya karena mungkin ini cuma mimpi. Tapi nggak, ini nyata. Lesya pacar tercintanya sedang mengobrol mesra dengan seorang cowok yang nggak asing baginya,dia Ardi sahabat Johan sejak SD. Seketika perasaan benci,marah,dan kecewa berkecamuk dihatinya. Apalagi saat ngeliat Lesya mencium pipi Ardi,apa mereka cuma teman biasa kalo sampai mencium pipi?. Johan langsung berlari menjauh dari rumah Lesya tanpa menegur mereka,mereka juga nggak menyadari kehadirannya.
“ Dasar orang-orang brengsek!pengkhianat!” umpat Johan di sepanjang jalan. Johan terus berlari dan berlari.
Johan berhenti di depan sekolahnya di SMU Negeri 5. Dia masih berusaha mengatur nafasnya yang naik turun ketika seorang bapak tua menghampirinya.
“ Ada apa nak Johan,kog ngos-ngosan gitu?habis dikejar anjing ya?” bapak tua itu menepuk pundak Johan. Dia pak Udin,tukang kebun di sekolahku.
“ Nggak apa-apa pak!sedang olahraga lari aja biar sehat!” Johan jelas sekali berbohong karena nggak mungkin orang olahraga tanpa sepatu,cuma memakai sandal jepit lagi.
“ Ndak usah bo’ong nak,pasti sedang ada masalah ya?mari duduk dulu di pos satpam sambil istirahat!” pak Udin membimbing Johan duduk di pos satpam yang kosong. “ Tadi ada yang nyari nak Johan kesini lho!”
“ Siapa pak?laki-laki apa perempuan?” pastinya Mama,tebak Johan dalam hati.
“ Kalo nggak salah tadi dia bilang ibunya nak Johan.Emang kenapa kog nak Johan sampe kabur dari rumah?” pak Udin penasaran.
“ Ada masalah keluarga pak!” Johan menunduk lesu, pengen banget nangis tapi malu.
“ Cerita aja nak sama bapak, mana tau bisa mengurangi beban perasaan nak Johan!” pundak Johan ditepuk-tepuk pak Udin.
Johan masih tetap menunduk menahan tangis, rasanya dadanya mau meledak apalagi ditambah kejadian yang ia lihat di rumah Lesya barusan. Kenapa semua wanita yang dulu ia kagumi telah menorehkan luka di hati Johan. “ Saya pulang dulu pak, mau ketemu Mama saya!makasi pak” Johan berlalu meninggalkan pak Udin.
***
Di sepanjang perjalanan Johan hanya melamun, jalannya limbung dan pikirannya kalut. Dia melintasi jalan dimana ia mengalami kecelakaan tadi. Tempat dimana ia mengalami kecelakaan sudah diberi garis pembatas polisi. Masih terlihat motor Johan yang asapnya mengepul dan keadaan motor itu sudah ringsek. Banyak orang mengerumuni tempat itu seperti ngeliat tontonan yang seru saja. Johan melintasi mereka tanpa peduli lagi dengan motornya. Orang – orang itu juga mungkin nggak tahu dialah korban kecelakaan itu.
Karena Johan hanya berjalan kaki maka buat sampai kerumahnya jadi lama. Johan sudah nggak peduli dengan kakinya yang begitu lelah dan seperti mau patah. Pikirannya sedang nggak karuan, bayangan-bayangan yang menyakitkan hatinya terus berkelebat. Kepulangan Johan cuma buat ngambil pakaiannya dan nanti akan langsung pergi ke rumah Om Benny. Biar saja Papa Mama marah ataupun bertengkar lagi Johan sudah nggak peduli.
Rumah Johan begitu ramai oleh tetangga yang berdatangan, mereka berpakaian serba hitam. Pasti ada orang yang meninggal di rumah, tapi siapa?. Bendera putih di depan rumah semakin memberi petunjuk kalo ada orang yang meninggal. Johan menebak-nebak siapa yang meninggal, dia jadi takut buat tahu dengan apa yang terjadi di dalam. Apakah mungkin Mama yang meninggal bunuh diri karena menyesal sudah mengkhianati Papa. Ataukah Papa yang meninggal karena frustasi dan minum racun. Ahh!semua itu membuat Johan semakin penasaran tapi takut menerima kenyataan yang ada. Ada sebuah penyesalan kenapa dia harus kabur disaat orang tuanya sedang bertengkar hebat. Seharusnya dia bisa melerai karena bisa saja salah satu dari mereka ada yang khilaf dan tega membunuh. Air mata yang sejak pagi tadi ia tahan akhirnya menetes juga di kedua pipinya. Ketegaran seorang laki-laki akhirnya pupus oleh berbagai kenyataan yang menyakitkan.
Johan berlari memasuki rumahnya yang penuh dengan orang-orang yang sedang melayat. Seorang jenazah yang terbujur kaku di ruang tengah nggak tampak wajahnya karena tertutup kain putih. Johan hanya berdiri termangu dan bingung dengan apa yang mesti dilakukannya. Dari kamar orang tuanya terdengar seseorang sedang menangis histeris. Beberapa ibu tetanggga sedang sibuk menenangkan seseorang yang menangis itu. Johan langsung bisa menebak siapa orang yang meninggal, pastilah Papa karena Mama sedang menagis di kamar. Air mata Johan semakin deras, ia pun berlari menghampiri kamar Mamanya ingin tahu dengan apa yang terjadi. Mama harus bertanggung jawab dengan kematian Papa, apalagi ada beberapa polisi yang juga ia lihat sedang menunggu di depan rumah tadi.
“ Mama…!!!” panggil Johan hampir serak. Mama Johan masih tetap menangis histeris.
“KENAPA SEMUA INI BISA TERJADI,KENAPAAAA!!!!” Mamanya menangis sambil berteriak-teriak.
“ MAMA!!” bentak Johan.”Kenapa Mama tega membunuh Papa,kenapa?apa salah Papa?” Johan terduduk lemas.
“ Maafin Mama Johan…maafin Mama…” isak Mamanya.
“ Mama jahat…padahal Papa sayang banget sama Mama tapi Mama udah tega mengkhianatinya sampe membunuh Papa…MAMA JAHATTTT” teriak Johan sambil tersedu-sedu, ia beranjak pergi pengen melihat mayat Papanya buat yang terakhir.
“JOHAN…JANGAN PERGI SAYANG…JANGAN TINGGALIN MAMA…JOHANNNN JANGAN MATI!!!” Mamanya pingsan.
Johan kaget dengan perkataan Mamanya, rasanya ia nggak percaya dan bingung. Seseorang bersama polisi masuk rumah mengenakan baju hitam, dia adalah Papa. Papanya masih hidup, terus siapa yang meninggal? Johan semakin bingung dan penasaran. Dia menghampiri seorang mayat yang tertutup kain dan dikelilingi orang-orang yang membaca Yasin. Johan membuka pelan-pelan menutup kain di wajah si mayat. Seseorang yang tidak asing ia lihat. Yang ia lihat adalah wajahnya sendiri dengan muka pucat dan penuh lebam. Johan berasa dingin sekali menyadari apa yang terjadi ternyata dia sudah meninggal. Jadi sedari tadi orang-orang nggak melihat dia karena dia adalah roh.
“TIDAKKKKKKKK” pekik Johan dan kemudian dunia sekitar tiba-tiba menjadi gelap gulita.
***
“Sayang!kamu udah sadar nak?” suara lembut dan nggak asing terdengar di dekat telinga Johan. Johan membuka mata pelan-pelan. Sinar lampu menyilaukan matanya. Tampak Mamanya tersenyum melihat Johan membuka Mama.
“Gimana perasaanmu?ada yang sakit?Mama panggilin dokter ya?” Mama beranjak pergi keluar ruangan. Ternyata Johan di kamar sebuah rumah sakit. Kepalanya masih agak pusing dan kakinya nyeri dibungkus perban.
Lesya tersenyum di sisi pembaringan Johan. “Kog gue bisa ada disini Sya?” Johan kebingungan.
“ Elo tadi pagi kecelakaan menabrak truk di Jl.Jendral Soedirman, Mamamu bilang elo kabur dari rumah ya?” Lesya mengusap-usap pipi Johan.
“ Papa gue mana Sya?” tanya Johan sejak tadi ia nggak melihat Papanya.
“ Papa elo lagi ngurus biaya administrasi paling sebentar lagi juga dateng!”
“ Ardi mana Sya?” Johan ingat dengan kejadian perselingkuhan Lesya.
“ Ardi? Bukannya elo bilang Ardi pindah ke Medan ikut neneknya? Kog elo malah nanya gue?” Lesya tampak bingung. Seorang dokter masuk ke ruangan Johan dirawat diikuti suster dan Mamanya. Setelah seminggu di rawat karena kaki Johan patah akhirnya Johan bisa pulang ke rumah meski harus berjalan di bantu tongkat.
Johan baru menyadari kalo semua kejadian sebelum ia kecelakaan hanyalah mimpi apalagi tentang perselingkuhan Lesya dan Johan yang melihat mayatnya sendiri. Tapi ada hal yang membuat Johan merasa bersalah karena sewaktu kecelakaan ia menabrak pak Udin tukang kebun sekolahnya yang kebetulan sedang berada di dekat truk yang ia tabrak. Pak Udin meninggal di tempat. Dan mimpi Johan bertemu pak Udin mungkin saja sebuah firasat akan kepergian pak Udin. Pak Udin mungkin pengen pamit meski cuma lewat mimpi. Karenanya Johan sebulan sekali rajin mengunjungi makam pak Udin dan mendoakannya.
Kini semua telah berubah. Papa dan Mama Johan nggak pernah berantem lagi. Keluarga Johan sudah berubah menjadi keluarga yang bahagia dan harmonis. Papa sudah maafin Mama dan menerima anak di kandungan mama. Johan dan Lesya pun kini juga semakin mesra dan sudah bertunangan.
The End

0 komentar:

Posting Komentar